Education is the most powerful weapon which you can use to change the world. (Nelson Mandela)

Mahasiswa UKIT dari Berbagai Penjuru

Lulusan UKIT kini banyak yang berkiprah di gereja dan masyarakat, di lembaga swasta maupun negeri.

Gunung Lokon

Kampus UKIT terletak di daerah yang sejuk, Kota Tomohon

Dies Natalis UKIT ke-49

20 Februari tahun ini, UKIT akan merayakan Dies Natalis ke-49.

Ds. AZR Wenas

Ds. AZR Wenas ketua Sinode GMIM pertama asal Minahasa yang ikut memprakarsai berdirinya UKIT di tahun 1965.

Selasa, 11 Maret 2014

Seminar Internasional Bahas tentang Terumbu Karang di UKIT


Sumbang $ 1,6  Miliar Bagi Ekonomi Masyarakat, Terumbu Karang Terancam Rusak

Tomohon – Terumbu karang memberi kontribusi secara ekonomis sebanyak $ 1,6  milliar bagi masyarakat Indonesia. Namun, nasibnya kini sungguh memprihatinkan. Demikian terungkap dalam Seminar Internasional yang dilaksanakan Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT), kerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan, Provinsi Sulawesi Utara, The University of Queensland - Australia, Coral Watch, Konsorsium Mitra Bahari Sulawesi Utara bertajuk “Peran Serta Masyarakat dalam Pelestarian Sumber Daya Pesisir”, Selasa (11/03) di Aula UKIT. Hadir sebagai pembicara Dr. Angela Dean dan Dr. Diane Kleine, keduanya dari The University of Queensland – Australia. Peserta datang dari sejumlah universitas di Sulut, dosen, mahasiswa, dan pemerhati masalah-masalah kelautan dan pesisir.

Dr. Angela Dean, dalam materinya mengungkapkan antara lain manfaat terumbu karang bagi masyarakat di suatu daerah atau negara. Ada jutaan penduduk Indonesia menggantungkan hidup ekonomisnya pada terumbu karang. “Selain memberi kontribusi secara ekonomis yang besar, terumbu karang juga memberi kontribusi bagi pariwisata, membentuk suatu ikatan budaya masyarakat pesisir, sebagai sumber-sumber bahan baku untuk obatan-obatan, dan perlindungan alamiah dari terjangan ombak di pantai.” ujar Dr. Dean.
Terutama, secara ekologis, menurut Dean terumbu karang adalah rumah dari banyak spesies ikan di laut. “Namun sekarang ini, menurut penelitian kami, sekitar 40 persen terumbu karang sudah rusak dan hilang. Terumbu karang adalah yang paling terancam,” tambah Dean.

Dalam usaha menyelematkannya butuh peran masyarakat. Antara lain, pengetahuan mengenal terumbu karang yang sedang rusak. Selain faktor alami, faktor-faktor seperti penangkapan ikan yang banyak, cara menangkap ikan yang merusak, pencemaran, termasuk reklamasi adalah faktor-faktor penting penyebab rusaknya terumbu karang tersebut.

Dr. Kleine menyampaikan, bagaimana pendidikan bagi masyarakat dalam usaha melestarikan terumbu karang. Salah satu yang sementara mereka lakukan adalah melatih masyarakat termasuk memberi perangkat untuk mengenal terumbu-terumbu karang yang terancam rusak. “Alat bantu ini sangat muda digunakan. Dan, diharapkan bisa membantu masyarakat dalam partisipasinya menyelamatkan lingkungan hidup,” ujar Dr. Kleine.   

Rektor UKIT Pdt. Dr. Richard A.D. Siwu, PhD, dalam sambutannya, menyatakan apresiasi atas kerja panitia yang menyelenggarakan seminar. “Ke depan, diharapkan kerjasaman antara UKIT dan The University of Queensland – Australia akan berlanjut,” ujar Pdt. Siwu.

Panitia Seminar, Febry H.J. Dien, ST, M.Inf.Tech (Man) mengatakan, seminar ini sangat penting dan strategis karena ini bagian dari pelaksanaan World Coral Reef Conference 2014 di Manado, yang akan diselenggarakan pada 14-17 Mei 2014 nanti. “Ini bagian peran dari UKIT terhadap isu yang sedang menjadi perhatian masyarakat dunia, yaitu penyelamatan Terumbu Karang. Seminar internasional in merupakan rangkaian dari kegiatan World Coral Reef Conference 2014.

Sabtu, 08 Maret 2014

FGD Kearifan Lokal Orang Minahasa Bagi Pelestarian Alam


Foto: FGD Kearifan Lokal Orang Minahasa dlm Memelihara Lingkungan Alam dan Menghadapi Bencana Alam oleh Balai Pelestarian Sejarah dan UKIT, di UKIT...Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Manado kerjasama dengan Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT), Kamis 6 Maret 2014, bertempat di lantai 2 gedung rektorat UKIT gelar Focus Group Discussion (FGD) mengenai "Kearifan Lokal Orang Minahasa dalam Memelihara Lingkungan Alam dan Menghadapi Bencana Alam". Hadir dalam FGD tersebut sejumlah budayawan, sejarawan, dan akademisi. Peserta FGD serius mengemukakan informasi dan pendapatnya mengenai kearifan-kerifan lokal orang Minahasa dalam hubungannya alam dan bagaimana menghadapi bencana alam. 
Agustinus Walukow, sebagai ketua tim peneliti BPNST mengatakan, FGD ini dilaksanakan sebagai bagiana dari kerja BPNST untuk meneliti kearifan-kearifan lokal orang Minahasa terkait dengan alam dan bencana. "Tanggal 15 Januari lalu, Kota Manado dan sejumlah daerah lainnya di Minahasa diterjang banjir dan longsor. Ini sungguh memprihatinkan. Dengan penelitian ini, kita berharap dapat menemukan niai-nilai budaya Minahasa dalam memelihara alam, agar ke depan bisa memberi kontribusi dalam menjaga alam," ujar Walukow. Selain Walukow, Tim Peneliti dari BPNST yang hadir adalah M. Sumarauw, M. Tangkilisan dan A. Triwibowo.
Pendeta Prof. Dr. W.A. Roeroe, salah satu narasumber dalam FGD tersebut mengemukakan, dalam pandangan orang Minahasa, bahwa antara yang jasmani dan rohani itu dipahami sebagai satu kesatuan. "Jadi, torang orang Minahasa tidak mengenal pemisahan antara yang sakral dan profan. Sehingga, nilai budaya Minahasa dalam memahami alam, bahwa dia sebagai manusia adalah bagian dari alam ini," ujar Prof. Roeroe, budayawan Minahasa yang juga direktur Program Pasca Sarjana Teologi UKIT tersebut. 
Dalam diskusi tersebut ditemukan banyak kearifan lokal Minahasa dalam hal hubungannya dengan alam. Hal itu dalam bentuk mitologi, praktek hidup dan ritual-ritual. Salah satu adalah mengenai kebiasaan orang Minahasa ketika memasuki hutan. Hutan sangat dihargai sehingga orang-orang tua dulu sering memberi nasehat bagi komunitasnya agar tidak sembarangan menebang pohon atau membuat keributan di hutan.
Rektor UKIT Pdt. Dr. Siwu mengatakan, kegiatan ini adalah bagian dari sumbangan UKIT secara akademis dalam menggali dan mengembangkan kebudayaan Minahasa. "Dengan kegiatan bersama-sama Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Manado ini, diharapkan hasilnya dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat luas kaitan dengan budaya Minahasa dan alam," ujar Pdt. Siwu.