
Agustinus Walukow, sebagai ketua tim peneliti BPNST mengatakan, FGD ini dilaksanakan sebagai bagiana dari kerja BPNST untuk meneliti kearifan-kearifan lokal orang Minahasa terkait dengan alam dan bencana. "Tanggal 15 Januari lalu, Kota Manado dan sejumlah daerah lainnya di Minahasa diterjang banjir dan longsor. Ini sungguh memprihatinkan. Dengan penelitian ini, kita berharap dapat menemukan niai-nilai budaya Minahasa dalam memelihara alam, agar ke depan bisa memberi kontribusi dalam menjaga alam," ujar Walukow. Selain Walukow, Tim Peneliti dari BPNST yang hadir adalah M. Sumarauw, M. Tangkilisan dan A. Triwibowo.
Pendeta Prof. Dr. W.A. Roeroe, salah satu narasumber dalam FGD tersebut mengemukakan, dalam pandangan orang Minahasa, bahwa antara yang jasmani dan rohani itu dipahami sebagai satu kesatuan. "Jadi, torang orang Minahasa tidak mengenal pemisahan antara yang sakral dan profan. Sehingga, nilai budaya Minahasa dalam memahami alam, bahwa dia sebagai manusia adalah bagian dari alam ini," ujar Prof. Roeroe, budayawan Minahasa yang juga direktur Program Pasca Sarjana Teologi UKIT tersebut.
Dalam diskusi tersebut ditemukan banyak kearifan lokal Minahasa dalam hal hubungannya dengan alam. Hal itu dalam bentuk mitologi, praktek hidup dan ritual-ritual. Salah satu adalah mengenai kebiasaan orang Minahasa ketika memasuki hutan. Hutan sangat dihargai sehingga orang-orang tua dulu sering memberi nasehat bagi komunitasnya agar tidak sembarangan menebang pohon atau membuat keributan di hutan.
Rektor UKIT Pdt. Dr. Siwu mengatakan, kegiatan ini adalah bagian dari sumbangan UKIT secara akademis dalam menggali dan mengembangkan kebudayaan Minahasa. "Dengan kegiatan bersama-sama Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Manado ini, diharapkan hasilnya dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat luas kaitan dengan budaya Minahasa dan alam," ujar Pdt. Siwu.